Larangan ihram yang seandainya dilakukan
oleh orang yang berhaji atau berumroh, maka wajib baginya menunaikan fidyah,
puasa, atau memberi makan. Yang dilarang bagi orang yang berihram adalah
sebagai berikut:
1. Mencukur rambut dari seluruh badan
(seperti rambut kepala, bulu ketiak, bulu kemaluan, kumis dan jenggot).
2. Menggunting kuku.
3. Menutup kepala dan menutup wajah bagi
perempuan kecuali jika lewat laki-laki yang bukan mahrom di hadapannya.
4. Mengenakan pakaian berjahit yang
menampakkan bentuk lekuk tubuh bagi laki-laki seperti baju, celana dan sepatu.
5. Menggunakan harum-haruman.
6. Memburu hewan darat yang halal dimakan.
Yang tidak termasuk dalam larangan adalah: (1) hewan ternak (seperti kambing,
sapi, unta, dan ayam), (2) hasil tangkapan di air, (3) hewan yang haram dimakan
(seperti hewan buas, hewan yang bertaring dan burung yang bercakar), (4) hewan
yang diperintahkan untuk dibunuh (seperti kalajengking, tikus dan anjing), (5)
hewan yang mengamuk (Shahih Fiqh Sunnah, 2: 210-211)
7. Melakukan khitbah dan akad nikah.
8. Jima’ (hubungan intim). Jika dilakukan
sebelum tahallul awwal (sebelum melempar jumroh Aqobah), maka ibadah hajinya
batal. Hanya saja ibadah tersebut wajib disempurnakan dan pelakunya wajib
menyembelih seekor unta untuk dibagikan kepada orang miskin di tanah suci.
Apabila tidak mampu, maka ia wajib berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari pada
masa haji dan tujuh hari ketika telah kembali ke negerinya. Jika dilakukan
setelah tahallul awwal, maka ibadah hajinya tidak batal. Hanya saja ia wajib
keluar ke tanah halal dan berihram kembali lalu melakukan thowaf ifadhoh lagi
karena ia telah membatalkan ihramnya dan wajib memperbaharuinya. Dan ia wajib menyembelih seekor kambing.
9. Mencumbu istri di selain kemaluan. Jika
keluar mani, maka wajib menyembelih seekor unta. Jika tidak keluar mani, maka
wajib menyembelih seekor kambing. Hajinya tidaklah batal dalam dua keadaan
tersebut (Taisirul Fiqh, 358-359).
Tiga keadaan seseorang melakukan larangan
ihram
1. Dalam keadaan lupa, tidak tahu, atau
dipaksa, maka tidak ada dosa dan tidak ada fidyah.
2. Jika melakukannya dengan sengaja, namun
karena ada uzur dan kebutuhan mendesak, maka ia dikenakan fidyah. Seperti
terpaksa ingin mencukur rambut (baik rambut kepala atau ketiaknya), atau ingin
mengenakan pakaian berjahit karena mungkin ada penyakit dan faktor pendorong
lainnya.
3. Jika melakukannya dengan sengaja dan
tanpa adanya uzur atau tidak ada kebutuhan mendesak, maka ia dikenakan fidyah
ditambah dan terkena dosa sehingga wajib bertaubat dengan taubat yang nashuhah
(tulus).
Pembagian larangan ihram berdasarkan
hukum fidyah yang dikenakan
1. Yang tidak ada fidyah, yaitu akad nikah.
2. Fidyah dengan seekor unta, yaitu jima’
(hubungan intim) sebelum tahallul awwal, ditambah ibadah hajinya tidak sah.
3. Fidyah jaza’ atau yang semisalnya, yaitu
ketika berburu hewan darat. Caranya adalah ia menyembelih hewan yang semisal,
lalu ia memberi makan kepada orang miskin di tanah haram. Atau bisa pula ia
membeli makanan (dengan harga semisal hewan tadi), lalu ia memberi makan setiap
orang miskin dengan satu mud, atau ia
berpuasa selama beberapa hari sesuai dengan jumlah mud makanan yang harus ia
beli.
4. Selain tiga larangan di atas, maka
fidyahnya adalah memilih: [1] berpuasa
tiga hari, [2] memberi makan kepada 6 orang miskin, setiap orang miskin diberi
1 mud dari burr (gandum) atau beras, [3] menyembelih seekor kambing. (Al Hajj Al
Muyassar, 68-71)
Sumber: muslim.or.id